Menjadi Orang Biasa Asalkan Bahagia
- bouzanzi
- Apr 27, 2016
- 2 min read

Mungkin terdengar bodoh jika ada seseorang yang ingin menjadi biasa-biasa saja. Tidak tergiur untuk menjadi insan yang istimewa. Pokoknya hidup ini dijalani saja apa adanya. Being usual.
Sebagai manusia, kita tidak bisa menampik adanya sifat tidak pernah puas. Selama nafas dan jantung masih berdetak, akan selalu ada bisikan-bisikan keinginan yang dihembuskan. Dalam tahap ini, tidak sedikit manusia yang terjerembab dalam jurang kenistaan.
Semua itu bermula dari standar baku yang diciptakan manusia tentang arti keistimewaan/kesempurnaan: bergelimangnya harta, kemapanan jabatan, ketampanan paras, dikenal banyak orang (populer), dsb.
Jika boleh jujur, semua standar itu jelas tidak mungkin bisa diraih oleh semua orang. Pertanyaannya adalah: apakah orang-orang yang biasa saja secara otomatis terhalang dari sebuah kebahagiaan? Sebaliknya pun apabila seseorang terpenuhi segala standar itu, apakah ia dengan mudah mendapatkan kebahagiaan?
Disinilah titik tuju sebenarnya dari kualitas kehidupan sebuah bangsa. Titik puncak dari semua kehidupan seseorang di dunia ini adalah menuju kebahagiaan. Bukan sekadar "makmur", "mapan", atau "sejahtera" belaka. Sebuah sudut pandang yang harus segera diubah jika kita tidak ingin terjebak dalam istilah kebahagiaan semu.
Lebih jauh dari itu, tugas negara ialah menjamin bahwa tiap warga negaranya punya akses menuju kebahagiaan dengan versi mereka masing-masing. Sungguh pekerjaan mustahil apabila negara mampu meng-kaya-kan seluruh warga negaranya. Membuat tiap warga negara terlihat istimewa dan sempurna dengan standar-standar baku manusia.
Maka pilihan untuk menjadi apa saja —asal tidak bertentangan dengan norma dan hukum yang berlaku— bagi warga negara dalam mengejar kebahagiaannya patut dijembatani negara. Sehingga persoalannya tidak berhenti hanya pada berapa pendapatan GDP per tahunnya. Atau seberapa tinggi prosentasi kemiskinan yang berhasil diturunkan.
Ke depan, kita butuh sosok pemimpin yang mengerti betul hal-hal seperti ini. Tidak mengapa bangsa kita terlihat biasa saja di mata dunia serta dikucilkan asalkan tiap warganya mendapatkan arti kebahagiaan yang mereka inginkan. Bukan hanya mengejar prestasi dunia internasional dengan masuk jajaran 20 negara dengan perekonomian terbaik.
Apakah kita masih memiliki sosok seperti ini? Saya masih optimis.
Comentários