Mitos (di) Kota Jakarta
- bouzanzi
- Jun 22, 2016
- 2 min read

Empat ratus delapan puluh delapan tahun sudah kota Jakarta berdiri. Usia yang nyaris lima abad itu bukanlah waktu yang singkat. Sejak masih bernama Batavia, kota ini selalu dipuja-puja. Namun kini, Jakarta dikotori oleh berbagai macam mitos-mitos yang berkembang di masyarakat. Apa saja itu?
Pertama sekali, orang selalu membicarakan Jakarta itu kota macet. Ini jelas hanya mitos! Kalau kalian melihat Jakarta masa kini, penuh dengan kemajuan. Semua lini bekerja dengan lancar. Pusat pemerintahan ada disini. Roda perekonomian juga berporos disini. Jadi, apanya yang macet (baca: tidak lancar)?
Bahkan saking tidak macetnya Jakarta, banyak penduduk dari daerah lain berbondong-bondong ke Jakarta. Apalagi nanti musim mudik lebaran. Arus urbanisasi ke Jakarta tak akan bisa dibendung. Saya berani bertaruh! Sebab mereka semua tahu persis bahwa kehidupan di Jakarta ini terkenal lancar sekali.
Lho, kok jadi begini. Yang kami maksud itu soal kemacetan lalu lintasnya!
Naini, kalian belum mengerti. Coba kalian pikir lagi. Kalau betul Jakarta itu biang kemacetan, ngapain juga warga Bogor, Bekasi, Depok, Tangerang, dan Banten rela tiap hari merangsek ke Jakarta? Logikanya, kalau mereka tahu disitu ada kemacetan, tentu mereka akan mencari jalan alternatif lain. Pastinya, mereka tidak akan mungkin ke Jakarta, kalau memang macet.
Kesimpulannya, bahwa Jakarta itu kota macet adalah mitos.
Mitos kedua yaitu Jakarta terkenal sebagai kota banjir. Ini juga salah satu bentuk sesat pikir lainnya. Sesuatu bisa dibilang terkenal jika memang sesuatu itu memiliki kekhasan; sesuatu yang tidak dimiliki yang lainnya. Mari kita simak.
Jakarta memang suka banjir. Benar. Sejak zaman Belanda pun seperti itu. Tapi pertanyaannya adalah: apakah saat ini Jakarta menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang suka terkena banjir? Bila ada satu saja kota di Indonesia yang sering terkena banjir saat musim hujan, jangan sekali-kali sematkan "kota banjir" pada Jakarta!
Tapi, kan, Jakarta itu parah sekali. Hujan sedikit saja langsung banjir.
Lho, kalian ini bagaimana. Kalau cuma ada di sekitar jalan yang legok, dampak pasang air laut, itu sih bukan banjir. Itu namanya genangan air. (Setidaknya itu yang dijelaskan oleh insiyur bidang arsitektur perencanaan kota, Bang Foke).
Mitos ketiga mengenai kota Jakarta ialah penyebutan kota sampah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi daring ditemukan arti sampah, sebagai nomina, adalah barang atau benda yg dibuang krn tidak terpakai lagi. Sudah jelas bukan? Penyebutan nama ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai sampah adalah sebuah kekurangajaran!
Sebagai seorang yang lahir, tinggal, hidup, bekerja, (dan mungkin) mati disini, saya sangat tidak terima Jakarta disebut kota sampah. Karena secara tidak langsung kalian menyebut saya juga sebagai sampah.
Ehm, kenapa jadi sensi begitu sih. Maksudnya itu kota yang penuh dengan sampah.
Hah! Rese juga kalian ini. Kalian pikir saja sendiri. Jakarta ini jantungnya negara. Segala bentuk aktivitas tumpah ruah disini. Mana mungkin juga tidak akan ada sampah-sampah di kota ini. Makanya, mikir! Sebenarnya masih banyak lagi beberapa mitos tentang kota Jakarta. Tapi berhubung emosi saya agak sedikit naik, lebih baik saya cukupkan sampai disini. Terlebih lagi ini bulan puasa. Takut puasa saya nanti sia-sia tidak mendapat pahala.
Selamat ulang tahun Jakarta tercinta. Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/n471b/beberapa-mitos-kota-jakarta_558778832623bd1c0d459989
Commentaires